Senin, 09 Juni 2025

Secangkir Teh dan Sebuah Titik Balik

Aku selalu berpikir bahwa perubahan besar butuh momen besar. Tapi ternyata, titik balik hidupku… dimulai dari secangkir teh.

Hari itu aku duduk sendiri di dapur, menjelang maghrib. Anak-anak baru saja tidur siang, suami belum pulang, dan rumah terasa sunyi tapi berantakan — seperti hati dan pikiranku. Lelah. Bingung. Seperti berputar-putar dalam peran yang tak pernah selesai: istri, ibu, perempuan yang (katanya) harus kuat.

Lalu, tanpa alasan yang jelas, aku merebus air dan membuat teh panas. Duduk di pojok dapur. Sendiri. Menghirup uapnya perlahan.

Dan entah kenapa, saat teh itu menyentuh lidahku… aku menangis.

Bukan karena tehnya enak. Tapi karena baru kali itu aku sadar, sudah berapa lama aku tidak menyentuh sesuatu yang kubuat untuk diriku sendiri.

Teh itu bukan dari anak-anak. Bukan untuk menyambut siapa pun. Bukan sebagai pelengkap tugas rumah. Teh itu… murni untukku. Sebagai manusia. Bukan peran.

Sejak hari itu, aku mulai menciptakan ruang kecil untuk diriku sendiri. Bukan liburan mahal, bukan me-time mewah. Tapi sesederhana duduk 10 menit tanpa handphone. Menulis dua baris jurnal. Mendengarkan lagu lama sambil melipat baju.

Aku mulai hidup. Bukan hanya menjalani hidup.

Kadang, yang kita butuhkan bukan pelarian. Tapi jeda. Untuk sadar bahwa kita juga penting. Bahwa merawat diri bukan egois, tapi bagian dari bertahan.

Kalau kamu hari ini lelah, duduklah sejenak. Buat teh untuk dirimu. Dengarkan detak hatimu. Jangan tunggu semuanya sempurna dulu untuk bisa bernapas.

Karena kadang… perubahan besar itu dimulai dari secangkir teh yang kamu nikmati diam-diam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar